Minggu, 19 Januari 2014

Bala Pengangkat Derajat


Apa sih perbedaan antara bala dan ujian? secara umum tidak ada perbedaan antara bala dan ujian. Keduanya adalah malapetaka, kesusahan, kemalangan, dan cobaan. Namun, dalam konteks agama, bala dan ujian bisa dibedakan dengan bahwa bala adalah kesusahan atau bencana yang menimpa pada orang yang maksiat kepada Allah, sebagai bentuk teguran atau bala dari-Nya. Sedangkan ujian diturunkan pada selain orang yang berbuat maksiat, yakni orang yang taat beragama serta patuh dan tunduk kepada Allah swt. untuk menguji keimanannya.

Sebenarnya, kalau dilihat dari bentuknya, bala dan ujian sama bentuknya. Sama-sama tidak disukai adanya. Persis ibarat pinang dibelah dua, sulit untuk dibedakan. Apakah bencana atau kesusahan yang menimpa itu sebagai bentuk teguran, bala, atau sebuah ujian iman? Tergantung orang yang menyikapi dan menerimanya.

Secara rasio, tidak ada orang yang ingin hidupnya diliputi kesusahan dan penderitaan. Siapa sih yang ingin hidupnya selalu dilelet utang, sakit-sakitan, tidak naik kelas, dicemooh, di hina, disudutkan, dianaktirikan, dijahelin, kebakaran, kebanjiran, gempa dan lain sebagainya. Tentu semua orang ingin punya kehidupan yang bahagia, aman, tentram, dan sejahtera.

Penulis pernah membaca sebuah kitab kecil, "Durar al-Gawwash Ala Fatawa Sayyid 'Ali al-Khawwash," dimana dalam kitab tersebut Syekh Abdul Wahab Asy-Sya'rani menyebutkan, bahwa bala atau bencana yang menimpa seseorang bisa dikatakan sebagai bentuk siksaan, atau, teguran, ujian sekaligus penghapus dosa, atau ujian pengangkat derajat.

Bagaimana caranya? Dalam kitab yang sedang dibacakan satu kali dalam sepekan sekarang ini di majlis ta’lim Sabilal Anwar, Martapura, oleh KH. M. Syukri Unus Al-Banjari, pada kelas  takhasus tersebut dijelaskan, bala bencana bisa dikatakan sebagai teguran atau bahkan sebagai siksaan, apabila ada indikasi berupa ketidaksabaran, banyak keluh kesah, serta mengadu-adu kepada makhluk disaat bencana tersebut menimpa.

Adapun apabila bala bencana itu diterima dengan penuh kesabaran, tidak mengadu-adu kepada makhluk, tidak keluh kesah, dan tidak ada bosannya dalam mengerjakan ibadah, dalam artian ibadah terus jalan seperti sedia kala, tidak ada perubahan penurunan ibadah kendati bencana menimpa. Maka itulah yang disebut dengan bala penghapus dosa.

Lantas bagaimana dengan karakteristik bala pengangkat derajat? Masih dalam fatwa Sayyid ‘Ali yang ditulis oleh Syekh Abdul Wahab As-Sya’rani, disebutkan bahwa alamat atau karakterstik bala pengangkat derajat, berkualifikasi atau berstandar adanya sifat ar-ridah (kerelaan hati), thuma’ninah an-nafsi (ketentraman jiwa), dan as-sukun tahta al-aqdar (ketenangan di bawah kekuasaan dan taqdir Ilahi).

Artinya, orang yang menghadapi bala bencana dengan senyuman, tidak ada rasa jengkel pada Tuhan, tidak menyalahkan siapa-siapa, hatinya selalu tenang, bahkan ia beranggapan ini adalah kehendak Allah, Tuhanku, kekasihku, aku yakin ini adalah yang terbaik untukku. Itulah bala pengangkat derajat.

Kalau boleh diistilahkan, orang tersebut menganggap bala atau kesusahan apapun yang menimpa pada dirinya adalah merupakan “kado” berupa timun buruk namun di dalamnya terkandung emas murni 24 karat. Ia tidak melihat bala itu dari sisi kulitnya. Ia melihat dari sisi orang yang memberi, di samping  berkeyakinan bahwa itu kado terbaik untuknya, karena ia tahu kado tersebut hadiah dari sang kekasih, yakni Allah Swt.

Nah, jadi kalo seseorang sudah tahu bala bencana itu dari kekasihnya, mengapa harus marah, mengapa tidak diterima dengan senang hati? Mengapa tidak diterima dengan senyuman? Seorang kekasih tentu tidak akan membuat sedih orang yang dikasihinya.

Kesimpulannya, bala bencana akan menjadi sebuah siksaan apabila disikapi dengan ketidaksabaran. Sebaliknya, bala akan menjadi sebuah penghapus dosa apabila diterima dengan kesabaran. Terakhir, bala akan menjadi sebuah pengangkat derajat apabila diterima dengan keridhaan. Karena dalam sifat ridha sudah pasti ada sifat sabar, sedangkan dalam sabar belum tentu mengandung sifat ridha. Oleh karena itulah, ulama Tasawuf menyebutkan sifat ridha adalah sifat tertinggi dari sifat-sifat bathin yang terpuji. Tidak heran disebutkan, “Martabat orang sufi tertinggi ada pada ridhanya kepada Allah Swt.”

Daud Fathani @2014

Sabtu, 11 Januari 2014

Mukjizat Maulid Nabi



Saat ini seluruh umat Islam sedunia sedang bergembira merayakan hari lahirnya sosok manusia yang agung, insan kamil, manusia sempurna yang tiada duanya, yakni Nabi besar Muhammad SAW. pembawa agama Islam.

Hampir setiap hari, dimana-mana, di masjid, surau, mushola, langgar, aula, sekolah, hingga di rumah-rumah sering dijumpai sekumpulan orang sedang melaksanakan moment yang biasa disebut dengan Maulid Nabi itu.

Menurut historisnya, kelahiran Nabi besar Muhammad SAW mengandung banyak keajaiban. Keajaibain tersebut tidak hanya terjadi ketika Nabi dilahirkan hingga menjadi Rasul utusan Allah saja, tapi juga bermula sejak buntingnya Siti Aminah Az-Zuhriyyah, ibunda Rasulullah SAW.

Dalam Kitab Az-Zahr Al-Basim, Sayid Usman Betawi menyebutkan, di saat  Aminah dibuntingkan, mengandung Rasulullah, Allah SWT berseru, “Hai malaikat Ridwan tambah perhiasan surga serta buka seluruh pintunya, maka inilah kejadian kekasih Tuhan Azza Wajalla.”

Selain itu, pada hari tersebut, yakni disaat Aminah bunting, binatang-binatang di bumi berkata pada penduduk Mekkah dengan bahasa yang fasih, katanya “hai suku Quraisy, demi Tuhannya Ka’bah, ini adalah hari dibuntingkannya Nabi akhir zaman, pelitanya manusia di bumi. Beruntung orang yang percaya dan mengikut Syari’atnya. Sebaliknya, binasa orang yang mengingkarinya.”

Diceritakan, pada ketika itu kota mekkah sedang dalam keadaan kemarau panjang, pohon-pohon banyak yang kering dan mati, hingga berimbas sulit didapatnya makanan dan mahalnya harga barang. Namun, setelah dibuntingkan Rasulullah SAW, hujan pun turun, semua pohon hidup, hijau, berkembang dan berbuah, disamping itu banyak para kafilah mulai berdatangan membawa barang dagangan ke kota tersebut.

Para pendeta Yahudi dan Nasrani pun, yang mereka telah membaca kitab injil serta taurat, menghabarkan pada penduduk Quraisy Mekkah dengan katanya, “inilah waktu telah dibuntingkan Nabi akhir zaman dari bangsamu.”
Keajaiban tersebut juga dirasakan langsung oleh ibunda Rasulullah SAW, Aminah. Diceritakan, ia tidak pernah merasa berat, sakit, atau mengidam seperti perempuan lainnya, melainkan ia hanya tidak kedatangan haid.
Pada suatu ketika, antara tidur dan jaga, Aminah ditanya seseorang, katanya “apa kamu tahu bahwa kamu sekarang sedang bunting?” Tidak, jawab Aminah. “kamu telah bunting, mengandung sosok manusia junjungan dan paling mulia dari sekalian makhluk. Kelak ia menjadi pesuruh Tuhan sekalian alam.  Maka apabila kamu melahirkan, berilah nama Muhammad, dengan perintah Allah Ta’ala.” Jelasnya.

Adapun keajaiban sewaktu kelahirannya Nabi Besar Muhammad SAW, diantaranya adalah, semua berhala di dunia jatuh kebawah dan hancur. Api sembahan orang persi dan lainnya padam. Semua kursi kerajaan raja-raja di dunia jatuh ke bawah. Semua orang petapa di gunung-gunung dan dukun-dukun merasa takut dan lenyap semua perbuatan mereka.

Semua binatang, termasuk burung, berkata dengan takdir Allah SWT. Menghabarkan lahirnya Nabi Muhammad SAW ke dunia dengan berbagai pujian untuknya.

Para pendeta Yahudi dan Nasrani menghabarkan zhahirnya (nampaknya) junjungan kita Muhammad SAW. dengan segala tanda-tandanya yang terdapat dalam kitab taurat dan injil.

Demikian segelintir keajaiban sewaktu Rasulullah dibuntingkan hingga lahirnya. Sedangkan kelahiran Nabi Besar Muhammad SAW itu sendiri, ia lahir pada waktu fajar, malam Senin 12 Rabiul awal bertepatan dengan tahun Gajah, dan siang harinya, penduduk mekkah pun mengetahuinya.

Aminah mengutus seseorang untuk menemui Abdul Muthalib, kakek Nabi, yang sedang berada di Masjidil Haram, untuk memberitakan kelahiran cucunya. Utusan mendapati Abdul Muthalib sedang duduk di Hajar dekat Baitullah. Lantas ia memberitakan bahwa Aminah melahirkan anak laki-laki.

Abdul Mutahalib sangat gembira mendengar berita tersebut. Ia pun bergegas pulang menemui Aminah. Ia melihat cucunya dengan penuh kegembiraan. Ia lihat terpancar sifat keelokkan, kemuliaan, dan nur pada cucunya tersebut.

Aminah bercerita kepada Abdul Muthalib tentang semua perkara yang pernah ia dengar, lihat, rasakan, dan semua keajaiban sejak ia bunting hingga melahirkan. Termasuk ceritanya, bahwa ia setiap bulan bermimpi ditemui satu Nabi dimana masing-masing dari Nabi tersebut berpesan agar kelak menamai anaknya dengan “MUHAMMAD”. Kegembiraan Abdul Muthalib pun bertambah, lantas ia bawa cucunya ke Masjidil Haram, ia masukkan tangannya ke Baitullah dan berkata,

الحمد لله الذي اعطاني هذا الغلام الاردانى

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberiku seorang anak laki-laki yang bersih suci asal-usulnya.

Selanjutnya, Abdul Muthalib menamai cucunya tersebut dengan Muhammad serta memberikan jamuan makan kepada Seluruh penduduk Mekkah.

Tidak hanya Aminah dan Abdul Mutalib saja yang bergembira atas kelahiran Rasulullah. Abu Lahab, paman Nabi pun, ketika ia diberi tahu budaknya bahwa ia mendapatkan keponakan laki-laki berwajah elok dan berbagai kebagusan lainnya ia sangat gembira, hingga ia berucap pada budaknya, “kamu sekarang merdeka”.

Diceritakan, walaupun Abu Lahab musuh Islam, yang jelas-jelas satu surah penuh dalam al-Qur’an, surah al-Lahab, menyebutkan tentang kecelakaan dan kebinasaannya. Ia diberikan keringan hukuman siksa setiap hari senin, berkat pernah satu kali gembira menyambut kelahiran Rasulullah SAW.

Ini adalah tantangan bagi muslimin dan muslimat. Sudah sewajarnya kita menyambut hari Maulid Nabi dengan penuh kegembiraan. Sangat ironis kalau orang Islam itu sendiri tidak tahu-menahu, masa bodoh, dengan datangnya bulan maulid, yakni Rabiul Awal, hari lahirnya Rasulullah SAW.

Sayidina ‘Ali berkata, siapa yang membesarkan Maulid Nabi, dan adalah ia penyebab bagi dibacanya, tidak keluar ia dari dunia melainkan dengan membawa iman serta masuk surga tanpa hisab.

Syekh Al-Ma’ruf al-Karkhi berkata, barangsiapa menyiapkan makanan untuk hidangan pembacaan Maulid Nabi, serta ia kumpulkan orang, ia nyalakan lampu, ia pakai pakaian baru, berminyak harum, karena membesarkan hari kelahiran Rasulullah SAW, niscaya Allah kumpulkan ia beserta golongan pertama dari para Nabi, dan adalah ia pada a’la ‘iliyyin.

Selain itu, disebutkan dalam kitab Majmu karya KH. Munawwar Gazali, cucu Syekh Muhammad Kasyful Anwar, jika dibaca maulid Nabi atas air, maka siapa saja yang meminum air tersebut masuk ke dalam hatinya seribu nur (cahaya) dan rahmat.

Subhanallah. Sungguh luar biasa keistimewaan Maulid Nabi. Mukjizat yang mengandung berjuta keajaiban dan keistemewaan.

Semoga dengan adanya catatan ini dapat memberikan pencerahan. Menambah kecintaan kita terhadap Nabi besar Muhammad SAW. Amin.

Selamat hari Maulid Nabi, 12 Rabiul Awwal 1435 – 14 Januari 2014.


Selesai ditulis, 11 Januari 2014@Daud Fathani

Terima Kasih atas Kunjungannya.
 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India