Senin, 23 Juni 2014

Masa kecil yang unik


Masa kecilku penuh dengan berjuta kenangan, baik pahit atau pun senang. Itulah namanya hidup, yang namanya susah dan senang sudah pasti ada. Karena Hidup bagaikan roda yang sedang berputar. Kadang hari ini bahagia, besok sedih, dan hari ini sehat, besok sakit. Tidak ada orang yang hidup selalu bahagia dan sejahtera. Pasti ada warna-warninya. Pasti pernah merasakan sakit, sedih, dan derita. Begitu pula dengan diriku, si anak kampung yang sejak kecil sudah suka membaca buku ini.

Ya, waktu kecil aku senang banget membaca buku. Buku apa saja boleh. Yang pastinya buku yang membuat aku terhibur dan penasaran untuk tahu. Terutama komik. Si Pitrok dan si garing, Doraemon, dan Ninja Hattori. Hemmm itu mah komik-komik kesukaanku. Hampir setiap kali ke pasar uang yang dikasih mama untuk membeli makanan aku belikan ke buku. Biar saja tidak makan, biar saja tidak beli mainan asal beli buku.

Begitulah prisipku waktu itu. Makan di pasar masih belum kenyang kalau belum beli buku untuk dibaca. Beli mainan masih belum menghibur dan memuaskan kalau tidak disertai dengan buku. Kegemaranku yang beda dari teman-teman sebayaku waktu itu membuat mama prihatin terhadap diriku. Siapa yang tidak prihatin, masa kalau uang yang dikasih saat ke pasar untuk beli makanan agar lebih kenyang ternyata dibelikan ke buku? Ke pasar kok tidak makan? Ke pasar kok kelaparan? Apa tidak ada orang jual makanan di pasar? Hingga tidak jarang mama menegurku setiap kali aku datang dari pasar, “Jaka tukarakan ka makanan atau lainnya haja duitnya nintu ada jua kanyang parut, dari pada nukar buku nintu.” kata mama saat itu.

 Anak kembar, pasti sedikit banyak ada kesamaan baik dalam bentuk rupa atau tingkah laku. Dan ternyata kesukaanku membeli, membaca, dan mengoleksi buku itu juga dimiliki oleh saudara kembarku Muhahmmad Fitriansyah. Ia pun juga punya kegemaran beli buku. Aku masih ingat saat ia datang dari pasar, ia membawa buku. Ia membeli komik tentang para sahabat Rasul. Waduh seru abis deh komiknya. Hingga sekarang komik tersebut masih ada dalam salah satu lemari di rumah, di kampung halaman. 

Kegemaran membaca, membeli, dan mengoleksi buku tersebut terlahir tentunya setelah aku sudah bisa membaca donk pastinya. Ya iyalah masa orang ngak bisa membaca punya kegemaran membaca. Anih donk.! Heheee.

Begitulah aku. Padahal sebelumnya, sebelum aku bisa membaca, sebelum aku disekolahkan orang tuaku. Aku sangat ngotot tidak mau sekolah. Keras sekali. Susah diajak untuk sekolah. Pada tahun 1994-an sebelum mama papa pergi haji aku dan saudara kembarku disuruh sekolah. Saudara kembarku mau sekolah. Sedangkan aku menolak. Aku memilih tidak ingin sekolah. Hingga saat mama papa berada di tanah suci mekkah mama papa mengirimi kami surat dan sebuah jam tangan. Jam tangan itu serahkan kepada Ahmad agar ia mau sekolah. Begitu pesan mama papa dalam surat tersebut. Namun apa reaksiku? Aku masih tidak ingin sekolah kendati jam tangan tersebut sudah diserahkan kepadaku. Aku pakai jam tangan kiriman mama papa dari mekkah itu. Waduh, mau jadi apa aku waktu itu. Apa ingin jadi orang bodoh? Apa ingin jadi orang buta huruf? Dan apa...??? entahlah. Yang jelas waktu itu aku tidak ingin sekolah. Mungkin waktu itu aku merasa tidak mampu. Tidak berdaya. Aku gamang. Aku galau. Aku merasa tidak sanggup untuk sekolah. Padahal belum dicoba.

Beruntung hatiku sempat lunak dan mau disekolahkan oleh orang tuaku saat mereka sudah datang dari berhaji. Dan ternyata aku sempat menjadi bintang sekolah di sekolahku. Aku sempat mengharumkan nama baik sekolahku dengan menjadi juara I lomba melukis tingkat SD se-Kecamatan Candi Laras Utara.

Kegemaran membaca dan mengoleksi buku-buku yang tumbuh sejak kecil itu terus berlanjut. Hingga sekarang (2014) aku dan saudaraku berhasil membuat sebuah perpustakaaan pribadi. Sebuah perpustakaan kecil yang memiliki sekitar 600 judul buku dan 630 eksampler buku.  

Aku dan Saudara-Saudariku


Kakak pertamaku perempuan dan bernama Mariati. Ia menikah saat aku masih duduk di bangku kelas 4 SD dan sekarang (2014) sudah mempunyai satu orang anak perempuan bernama Helda, kelas II Tsanawiyah. Sedang kakak keduaku laki-laki dan bernama Nurifansyah. Ia sekarang tinggal bersama istri dan satu anak perempuannya yang bernama Nadia Rizqina di Margasari, ikut mertua.

Adapun saudaraku yang terakhir, itulah saudara kembarku, Muhammad Fitriansyah. Ia sekarang sekolah di Pondok Pesantren Tahfizul Qur'an Wa Ulumih Darussalam Martapura dan tinggal satu kost denganku di jalan Darussalam Gang Rahmat II Tanjung Rema, Martapura. Sedangkan aku? Alhamdulillah, hingga sekarang masih mengikuti Program Takhasus di Majelis Sabilal Anwar Al-Mubarak Martapura, yang diasuh oleh Syekh KH. M. Syukeri Unus Al-Banjari. Sekitar 11 tahun lebih aku dan Fitriansyah di Martapura, hidup bersama dan menuntut ilmu agama di kota ini.

Sebenarnya, selain kami berempat masih ada satu orang lagi anak yang terlahir dari perkawinan ayah dan ibu kami, yaitu anak pertama yang lahir dari rahim ibu kami. Dia kakak dari Mariati. Namun sayang, menurut cerita dari ayah, bayi mungil yang bernama Maspiansyah itu meninggal dalam usia hanya masih dalam hitungan bulan (sekitar 3 bulan) setelah dilahirkan. Dan konon, masih menurut cerita ayah, ia meninggal bukan karena sakit. Hari itu ia hanya mengis, menangis,dan menangis saja. Dan setelah beberapa saat ia pun meninggal.

Jadi dengan demikian aku mempunyai empat saudara dan anak ke empat dari lima bersaudara. Gimana ya wajah kakak pertamaku yang sebenarnya? Semoga nanti bisa ketemu dengannya di Surga, ya Allah. Amiin.!

Kampung Halamanku


Nama kampung halamanku ini kedengarannya memang cukup unik, desa “BATALAS”. Dan ini terbukti, saat salah satu temanku di Pondok Pesantren Darussalam Martapura mendengar nama Batalas ia sedikit ketawa. Mungkin karena agak lucu. Atauuu??? Ya sedikit anihlah, hingga temanku tersebut tersenyum-senyum sedikit karena menahan tawa.

Kenapa bernama Batalas? Apa dulu di desa ini banyak talas atau pisang talasnya? Mana aku tahu. Ya mungkin saja dulunya banyak talas atau pisang talasnya di sini sehingga diberi nama “Batalas”. Yang pastinya menurutku biasanya sebuah daerah pasti memiliki nilai historisnya, dan itu sudah barang tentu sedikit banyak akan berpengaruh pada pemberian nama daerah tersebut.

Terlepas dari hal di atas, desa Batalas termasuk bagian dari desa-desa yang berada di wilayah kecamatan Candi Laras Utara kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan. Di desa Batalas inilah kedua orang tuaku dan semua saudara-saudariku dilahirkan dan tinggal. Begitu pula halnya dengan kebanyakan sanak kerabatku lahir dan tinggal di desa yang terletak dipinggiran sungai Negara itu.

Waktu aku masih kecil, di desa Batalas belum ada lampu penerangan alias listrik. Semua penduduk mayoritas menggunakan lampu semprong, lampu duduk atau lampu colok, untuk digunakan sebagai penerangan di malam hari.

Selain itu, waktu aku masih kecil, jalan darat yang menghubungkan desa tersebut dengan daerah lainnya (Buas-buas, Rawana, Baulin, dan Margasari), selain dengan desa Telok Haur masih belum ada.  Jadi, semua warga yang berada di sana kalau mau kemana-mana harus menggunakan kapal bermotor atau kelotok. Karena alat transportasi paling banter di sana waktu itu hanyalah jukung, kelotok, kapal, dan alat transportasi air lainnya. Belum ada kendraan alias sepeda motor. Kalau sepeda tinjak sih ada, tapi bisanya hanya untuk pergi ke sekitar desa Batalas dan desa Telok Haur saja. Tidak bisa dibawa kemana-mana. 

Menurut perkiraanku, bisa memakan waktu setengah jam hingga berjam-jam baru akan bisa sampai ke kecamatan (Margasari) kalau pergi dari desa Batalas dengan menggunakan kelotok. Adapun kalau menumpang kapal-kapal taksi, waktu yang diperlukan cukup bervariasi. Ada yang lebih cepat dari kelotok dan ada juga sebaliknya. Namun sangat disayangkan kapal-kapal taksi tersebut berlabuh hanya pada hari-hari tertentu, seperti pada hari Senin, Rabu, dan Jum’at. Jadi bagi masyarakat yang tidak memiliki alat transportasi atau kelotok sendiri, harus banyak bersabar kalau mau bepergian waktu itu.

Sesuai dengan namanya terpencil, sudah barang tentu desa ini lebih identik dengan sebuah desa tertinggal. Desa yang memiliki populasi yang tidak seberapa. Sehingga membuat desa Batalas ini menjadi sulit untuk maju dan berkembang. Tetapi kendati demikian, walau pun hidup kami dalam serba keterbatasan waktu itu, lampu penerangan belum masuk ,dan jalan darat belum tembus, susah mau ke sana-sini, mau beli sayur tapi tidak ada paman sayur yang berjualan keluar masuk kampung seperti sekarang, kami semua tetap bisa hidup dalam keadaan rukun, damai, bahagia dan sejahtera.

Bahkan menurutku, masa kecilku yang pernah menyaksikan serta merasakan langsung  bagaimana hidup dalam segala keterbatasan itu, dimana dulunya aku pernah merasakan bagaimana hidup tanpa ada listrik,  tidak ada HP, tidak ada televisi, tidak ada CD/DVD, tidak ada kulkas, tidak ada sepeda motor, dan tidak ada ini-itu, dan sekarang tahun 2014 semua bisa diperoleh dan dinikmati dengan mudah, dengan adanya dua nikmat besar yang Allah berikan itu, yaitu adanya penerangan dan jalan darat yang tembus ke kecamatan dan lainya, aku dapat dengan mudah merasakan bahwa ini semua merupakan bagian dari nikmat Allah yang paling besar yang patut dan wajib disyukuri. Lain Syakartum La Azidannakum. 

Sebagai catatan, ada beberapa hal kegiatan masyarakat tempo dulu yang sekarang menurutku sangat sulit ditemukan. Pertama, dulu hampir disetiap buah rumah kalau malam terdengar suara orang mengaji, sedang sekarang? suara Televisi dengan berbagai acara menghiasi rumah-rumah warga.

Kedua, dalam rangka menyambut kedatangan dan menyerakkan bulan suci Ramadhan sebagian warga membikin lampu hias atau yang disebut dengan dadamaran yang diletakkan di depan rumah. Bentuknya beranika ragam. ada yang berupa bintang yang terbuat dari kertas lalu dikasih lampu di dalamnya, dan ada juga seperti lampu ubur biasa yang terbuat dari bambu, dan bentuk lainnya.
Bagi warga yang tidak mau ambil pusing, mereka meletakkan lampu minyak tanah biasa di depan rumah. Dan kalo lampu tersebut adalah lampu colok yang terbuat dari bekas kaleng susu dan sebagainya, agar tidak mudah padam tertiup angin maka warga meletakkannya di dalam ember yang ditelengkupkan di atas pelataran rumah.

Sekarang, tidak ada lagi istilah badadamaran tersebut. Mungkin karena faktor jalanan sudah terang jadi dirasa tidak perlu lagi membuat dadamaran. Padahal menurutku tujuan orang tempo dulu bedadamaran bukan hanya sebatas untuk penerangan lampu di jalanan, tetapi juga untuk menyemarakkan dan membuat istemewa bulan suci Ramadhan sebagai bukti bahwa masyarakat bergembira karena kedatangan bulan mulia tersebut.

Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa bergembira dengan masuknya bulan suci Ramadhan, maka Allah SWT mengharamkan jasadnya atas api Neraka”.

Keluarga dan Kula

Mengetahui tentang sanak-kerabat (keluarga) atau dalam istilah bahasa Banjar disebut “Kula” bagi seseorang sangatlah penting untuk mengetahui siapa dirinya dan siapa handai tulannya. Agar nanti kalau suatu saat ada perlu; seperti mau mengadakan acara perkawinan, aqiqahan, selamatan, dan lain sebagainya mudah mengumpulkan semua keluarga.

Manusia di dunia ini tidak bisa hidup sendiri. Perlu ada orang-orang terdekat yang siap membantu kalau ada hajat dan kesusahan. Siap menghibur kalau ada kesedihan. Di sinilah fungsinya keluarga, sanak kerabat, handai tulan, atau kula. Tidak bisa dibayangkan bagaimana sedihnya saat sakit keras namun tidak ada yang datang untuk membesuk. Lebih-lebih kalau ada kematian tapi tidak ada yang berbelasungkawa.

Harapan pertama seseorang tentu selalu tertuju pada sanak-kerabatnya, keluarga dan kula-kulanya. Dan besarnya harapan pada mereka tidak jarang selalu mengungguli harapan pada masyarakat. Tidak bisa dipungkiri peran keluarga dan kula sangatlah besar bagi seseorang dalam menjalani hidup di dunia ini. Demi menjaga lestarinya garis keturunan dan tali silaturrahmi antarkeluarga perlulah kesadaran masing-masing individu mencari tahu siapa orangtuanya, siapa paman-bibinya, siapa kakek-neneknya, siapa datu-datunya, dan siapa saja yang ada hubungan kekeluargaan dengan mereka.

Maka dari karena itu aku, begitu pula dengan saudara kembarku Muhammad Fitriansyah, kalau ada waktu luang, saat bersantai, saat rebahan bersama antara waktu azan magrib dan isya, sering bertanya pada ayah dan ibu tentang siapa saja saudara-saudara ayah dan ibu, nama kakek-nenek, dan anggota keluarga lain yang ada hubungannya dengan mereka berdua.

Menurut penuturan ayah, ia mempunyai lima saudara kandung dari hasil perkawinan pasangan suami istri yang bernama Anang Acil dan Galuh, kakek-nenek kami. Pertama, kakak dari ayah. Kata ayah, ia meninggal saat masih kecil, dan ayah pun tidak tahu siapa namanya. Saat saudaraku fitriansyah bertanya, ayah mengaku tidak pernah bertanya pada orang tuanya (kakek-nenek kami) saat masih hidup siapa nama kakak ayah yang meninggal tersebut.
Kedua, Supiah. Adik pertama ayah ini sewaktu hidup menikah dengan seorang laki-laki dari Barabai, paman Asan. Namun malang, keluarga mereka tidak bertahan lama, Supiah keburu meninggal sebelum mereka dikaruniai anak. Akhirnya, suaminya pun menikah kembali dengan seorang perempuan asal Negara, dan mereka menetap di Sungai Danau.

Ketiga, Haji Gazali. Adik kedua dari ayah ini biasa dipanggil Haji Jali, namun kami biasa memanggil beliau dengan sebutan “Angah Haji” karena beliau adalah anak ketiga, adik dari ayah kami sendiri.

Dalam masyarakat adat seperti di Batalas dan warga hulu sungai, sudah menjadi kebiasaan dalam memanggil saudara tertua ayah atau ibu dengan panggilan “Julak”,  sedangkan untuk saudara lebih muda dari julak di panggil “Gulu”, berikutnya, saudara yang lebih muda lagi dipanggil dengan “angah” dan terakhir untuk seterusnya yang paling muda dipanggil “acil atau amang”.

Panggilan, Julak, Gulu, angah, dan acil di atas tidak dibedakan apakah orang tersebut laki-laki atau perempuan. Hanya saja kalau mau membedakannya cukup ditambah “laki” atau bini,” tergantung jenis kelamin orang tersebut. Artinya disesuaikan dengan jenis kelamin orang yang dipanggil tersebut. Kalau orang yang dipanggil julak tersebut laki-laki maka ia di panggil Julak laki, kalau perempuan dipanggil julak bini. Begitu pula sama halnya dengan gulu, kalau orang yang dipanggil gulu tersebut laki-laki maka ia dipanggil gulu laki, dan kalau perempuan dipanggil gulu bini. Angah dan dan acil pun juga demikian. Ada angah laki ada angah bini. Ada acil laki ada acil bini. Namun belakangan untuk kata “Acil” oleh masyarakat dikhususkan bagi perempuan, sedangkan bagi laki-laki di panggil “amang”. Tidak ada lagi istilah acil laki dan acil bini.

Keempat dan kelima dari saudara ayah adalah Sahadi dan Sa’diyyah. Untuk dua orang terakhir ini, Sahadi dan Sa’diyyah, aku tidak bisa menjelaskan apa dan bagaimana ia, karena aku sendiri tidak pernah menemuinya. Mereka sudah lama tiada. Entah kapan mereka meninggal. Entah apakah aku sudah terlahir ke dunia sewaktu mereka masih hidup atau belum. Hanya Allah yang tahu. Namun demikian, menurut informasi yang di dapat, Sa’diyyah meninggal saat ia berumur sekitar kurang lebih setengah tahun.

Jadi dengan demikian, dari kelima saudara ayah tersebut hanya satu yang masih hidup, yakni angah haji.

Salam Perkenalan




Namaku Ahmad Ariansyah. Karena namaku cukup panjang Aku biasa dipanggil, Ahmad, amat, Ariansyah, atau arie. Kalau Keluargaku (khususnya mama, papa) biasa memanggil Ahmad. Sedangkan teman-temanku ada yang memanggil  Amat, Ariansyah, atau Arie. Maklumlah orang banjar sukanya menyingkat-nyingkat nama saat memanggil. Tetapi tidak mengapa, karena sudah biasa dan sama-sama maklum.

Panggilan Amat biasanya diucapkan oleh teman-temanku yang berada di kampung halaman. Sedang panggilan Ariansyah biasanya digunakan oleh teman-temanku di Martapura, ya tentunya teman-temanku di pondok dan di kampus.

Berbicara tentang panggilan, di Indonesia, khususnya suku Banjar, masyarakat sangat suka mengotak-atik nama seseorang. Kadang dikurangin (disingkat) dan kadang ditambah-tambahin. Akibatnya, tidak jarang panggilan tersebut berubah dari yang sebenarnya serta memiliki beberapa kemungkinan. Contoh yang sering terjadi, “Udin”. Panggilan ini biasanya diperuntukan kepada orang yang namanya berakhiran “din,” seperti: Saifuddin, Khairuddin, Amiruddin, Mujahidin, Awaluddin, Akhiruddin. Jadilah Udin sedunia. Hhee…  

Aku lahir pada tanggal 29 Mei 1987, bertepatan dengan pagi hari raya Idul Fitri, 01 Syawal 1417 Hijriyah di sebuah desa yang bernama desa Batalas. Aku terlahir dari pasangan suami istri yang paling berbahagia di dunia, itulah dia ayah-ibuku tercinta H. Misran dan Hj. Masithah.

Saat ini (tahun 2014) aku tinggal di Martapura, Kalimantan Selatan. Di kota santri ini sebenarnya aku sudah lama. Sudah belasan tahun. Keberadaanku di Martapura tidak lain dan tidak bukan hanyalah dengan tujuan menuntut ilmu agama dan mengharap berkat para alim-ulama di kota yang berjuluk “kota Serambi Makkah” ini.

Sabtu, 31 Mei 2014

Ulama Pewaris Para Nabi?


Dalam sebuah hadis Rasulullah Saw. disebutkan, “Al-‘Ulama Waratsah Al-Anbiya”. Dalam mengartikan hadis tersebut ada sejumlah orang mengartikan sebagai berikut, “ulama adalah pewaris para nabi”. Oke, benarkah demikian?

Hadis Rasulullah Saw. merupakan sumber utama setelah Al-Qur’an yang mana dalam mengartikan dan menjelaskan hadis tersebut tidak bisa dengan asal-asalan atau ikut-ikutan, kalau tidak mau dikatakan sesat atau menyimpang. Perlulah pemahaman yang jeli. Supaya tidak salah. Hati-hatilah dalam menterjemahkan Hadis Rasulullah Saw. Sedikit saja, satu kata saja yang salah dalam menterjemah maka akan berimbas pada kesalahan yang fatal.

Namun demikian, sebelumnya, penulis ingin menyampaikan bahwa tulisan ini bukanlah menggurui atau menganggap diri peribadi paling benar. Umat Islam adalah bersaudara. Sebagai saudara sudah selayaknya untuk saling menasihati, menegur, dan meluruskan apabila melihat saudaranya salah. Terkait pokok masalah yang dibahas di sini, mari kita membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “Waris” bermakna orang yang berhak menerima harta pusaka dari orang yang telah meninggal. Begitu pula dengan arti kata mewarisi.
Sedangkan kata "PEWARIS" (maaf, penulis menggunakan hurup kapital/besar biar lebih terpokus pada yang dimaksud) masih menurut versi KBBI, diartikan "orang yang mewariskan".

Sekarang pertanyaannya, benarkah ulama adalah pewaris para Nabi? apakah pantas kita menyebutkan bahwa ulama adalah orang yang mewariskan (ilmu) pada para Nabi? Tentu tidak. Ini artinya, penerjemahan Al-'Ulama'u Warastah  Al-Anbiya dengan terjemah bebas seperti ini, yakni ulama adalah pewaris para Nabi, adalah Galath Fahisy, kesalahan fatal.

Terjemah benarnya, ulama adalah waris para Nabi. Atau agar lebih jelasnya lagi ulama adalah ahli waris para Nabi. Bukan pewaris. Karena pewaris sebagaimana dijelaskan di atas artinya orang yang mewariskan. Sedang lawannya, waris (ahli waris) adalah orang yang menerima harta warisan, dan inilah yang benar, tidak bisa dipungkiri.

Jadi, kesimpulannya mulai sekarang kita jangan sekali-kali dan jangan lagi mengatakan ulama pewaris para nabi. Ini kesalahan fatal. Katakanlah ulama adalah ahli waris para Nabi.

Oleh sebab itu, dalam tulisan ini penulis berharap bagi diri pribadi khususnya dan pembaca lainnya agar lebih seleksif dalam menentukan arti terjemah, biar tidak terjadi kesalahan yang fatal kembali.

Semoga bermanfaat.

Minggu, 13 April 2014

Foto Kenangan di Nagara, HSS, Kal-Sel

Berselang satu hari pasca munaqasyah skripsi penulis di Kampus STAI Darussalam Martapura, Pada hari itu, (1/4/2014) penulis beserta empat teman lainnya pergi ke Nagara, Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan untuk memenuhi undangan pernikahan sekaligus walimah sobat kami Syamsuri Ahmad, S.H.I. Walau harinya agak tidak mendukung, namun tidak menyurutkan tujuan kami untuk berangkat. Baru sampai di Antasan Senor Ilir, tepatnya di depan Majlis Guru Syukri Unus Martapura, hujan pun mulai turun, hingga memaksa kami untuk segera memakai jas hujan anti air dari awal perjalanan.

 Perjalanan yang sungguh mengasyikkan. Butiran air hujan yang mengahantam dan menyirami kami hampir diseparuh perjalanan itu seolah menjadi sensasi tersendiri bagi kami.

Berikut ini adalah foto kenangan penulis beserta teman-teman penulis sewaktu di Nagara tersebut.








Mabuk, Apa Ortu tidak Sakit Hati?



Sempat miris hatiku, saat aku mendapat telepon dari salah satu keluarga (Jum'at, 11/4/2014) yang mengeluhkan anak laki-laki tertuanya sering mabuk. Parahnya lagi, karena faktor mabuk sang anak tidak mampu mengontrol diri, hingga pada suatu hari sang anak hampir jatuh ke sungai. Beruntung ada salah satu warga yang mengetahui dan melihat hingga ia selamat, dan tidak jatuh ke sungai.

Sedih. Sungguh menyedihkan. Anak zaman sekarang tidak memikirkan perasaan orang tua. Ortu sibuk memikirkan dan menjaga si buah hati, sedang si anak, eehhh... malah bikin ulah. Ortu dibikinnya malu dan sakit hati dengan mabuk-mabukan. 

Sang ibu meminta pada penulis, nanti kalo penulis mau pulkam, ia harap penulis mau memintakan air kepada salah satu habib yang sering disebut orang "Habib Gunung Ronggeng"

Penulis ngak berani berjanji. Kalimat Insya Allah pun terucap dari bibir penulis. Tapi sang ibu sangat memohon-mohon agar penulis mau mengabulkan hajatnya. Hingga penulis tak sanggup untuk menolaknya.

Sob, Coba bayangkan, bagaimana perasaan orang tua ketika melihat anaknya berlaku demikian? Mabuk, mabuk, dan mabuk lagi. Apa ortu tidak sakit hati?...

8 Kali Konsultasi Belum juga di Acc


Ada satu catatan harian untukku hari ini, yang menurutku sangat menarik untuk direnungkan. Sore kemarin Sabtu, 12 April 2014, aku bertemu dengan salah satu mahasiswa Tarbiyah. Panggil saja A. A adalah salah satu mahasiswa semester akhir, sama halnya denganku. Hanya saja dewi keberuntungan belum berpihak kepadanya pada semester ini, hingga dipridiksikan ia baru bisa sidang pada semester depan.

A mengaku sudah konsultasi sebanyak delapan kali. Namun ironisnya, kedua dosen pembimbingnya belum juga kunjung mengACC skripsinya. Beruntung A masih bisa bersabar dan ngak mentok di tengah jalan.

Yang menjadi perhatian penulis di sini adalah, ada apa dengan A? Apakah A memang ngak becos dalam mengerjakan skripsi, alias asal-asalan? atau karena faktor lain?Adanya kesengajaan A dipersulit dosen pembimbing misalnya. Rasanya ngak mungkin dech. Terus apa?

Entahlah.

Kepada A, Semangat! Aku mendukungmu. Semoga berhasil.

Sabtu, 05 April 2014

Nilai, B.! Alhamdulillah.



Kemarin (4/4/2014), sewaktu Aku ke kampus mau nyerahin hasil revisi skripsi pada sekretaris tim penguji munaqasyah agar bisa dikasih tanda tangan oleh tim penguji sebagai pengesahan skripsi, aku melihat di papan pengumuman hasil sidang munaqasyah (31/3/2014) itu tertulis sederetan nama peserta sidang dinyatakan LULUS. Memang sih ada ada juga yang masih dipendeng antara lulus dan tidak, entah apa itu alasannya aku pun juga tidak tahu. 

Walaupun sudah memberikan yang terbaik, tapi yang menentukan dan memberikan nilai adalah Tim Penguji. Kita tidak tahu bagaimana sistem penilaian tersebut. Yang pastinya, Alhamdulillah, Aku bersyukur karena dapat dinyatakan lulus setelah mengikuti sidang munaqasyah itu dengan nilai 77.33 (B).

Jumat, 07 Maret 2014

Apa Itu Penulis?


Apa sih yang dimaksud dengan Penulis itu? Sebelum menjawab pertanyaan ini ane mau bertanya dulu pada sobat apa yang dimaksud dengan menulis itu? Benar menulis adalah menggoreskan pena pada kertas atau mengetik di komputer. Berarti kalau pengertiannya seperti itu semua orang pun juga bisa donk. Anak TK dan anak SD pun juga bisa menulis. Dengan demikian, apa mereka pantas disebut penulis? Tentu tidak.

Penulis adalah seseorang yang berhasil melahirkan karya-nya lewat media tulis, baik lewat kertas, komputer, ataupun internet. Karya tersebut bisa bersumber dari pengalaman pribadi, imajinasi, atau dari ilmu yang dimiliki yang kemudian ditulis menjadi sebuah catatan pribadi dan dicetak untuk dijadikan buku biar lebih bermanfaat bagi pembaca.

Merangkai hurup demi hurup dan kata demi kata adalah pekerjaan seorang penulis. Semua apa yang dibenaknya akan tertuang pada apa yang ia tulis. Nah, itulah yang namanya penulis. Kalau pekerjaannya cuman menulis atau mengetik dengan cara meniru dari buku ini dan buku itu, itu mah artinya menyalin atau mengumpulkan, bukan menulis.

Benar dalam dunia penulisan ada istilah "mengutip," yaitu mengambil pendapat atau pandangan dari buku orang lain, dan ini juga dibenarkan atau sah-sah saja dengan catatan harus menyebutkan sumber yang dikutip. Perlu diketahui, yang namanya mengutip itu bukan berarti mengutip secara keseluruhan, tetapi hanya sebagian.

Mengutip itu sendiri ada yang namanya kutipan langsung dan ada kutipan tidak langsung. Kutipan langsung yaitu mengutip pendapat atau pandangan orang lain sama persis tulisannya dengan buku yang dikutip tanpa merubah redaksinya. Adapun apabila dirubah redaksinya, maka itulah yang namanya kutipan tidak langsung. Hmm... tentu semua sobat sudah tahu tentang istilah kutipan ini sewaktu belajar pelajaran bahasa Indonesia.

Kesimpulannya, Seorang penulis adalah seseorang yang mampu merangkai kata sendiri menjadi beberapa paragraf yang kemudian dijadikan sebuah buku sebagai karya tulis. Jadi, seseorang yang kerjanya cuman copy paste dari internet atau plagiat tidak bisa dikatakan sebagai penulis.

Semoga kita semua bisa menjadi penulis yang menghasilkan karya-karya yang bermanfaat bagi kita sendiri dan orang lain. Amiin.

Ditulis oleh: Daud Fathani, Jum'at 7 Maret 2014 di Martapura.

Pertama Kali di Rawat di RS


Pagi gini sudah mulai bersin-bersin. Apa ini tanda badanku sehat atau malah sebaliknya? Bicara kesehatan, aku teringat beberapa tahun yang lalu. Dulu waktu aku masih duduk di semester bawah, aku pernah dirawat di rumah sakit karena menderita anemia, kekurangan darah. Sebelumnya, hampir setiap hari aku merasakan badanku semakin pucat, lemah dan sering pusing. Dunia seolah maunya goyang terus. Baru jalan selangkah dua langkah, badanku terasa ngak sanggup menahan goyangannya. Akhirnya aku pun sering duduk dan rebahan di TKP.

Beberapa hari kemudian, aku dibawa keluarga pergi ke puskesmas. Setelah memeriksa, petugas puskesmas menjelaskan sebaiknya kami melanjutkan pengobatan ke rumah sakit, untuk dirawat di sana.

Beruntung, aku hanya dirawat selama tiga hari dirumah sakit terbesar di Kabupaten Banjar itu. Terhitung sejak tanggal 25 April sampai dengan 28 April 2011. Dalam tiga hari tersebut aku melakukan tranfusi darah sebanyak tiga kantong. Syukur waktu itu stok darah di PMI yang menyediakan darah yang sama denganku masih banyak, jadi keluarga pun tidak susah mencarikannya. Disamping itu, disana aku tidak murni menjalani tranfusi darah saja tapi juga diselangi impus bila satu kantong darah habis terpindah ke tubuhku. Aku lupa berapa botol impus yang aku habiskan. Yang pastinya aku senang sobat-sobat, dan kelauargaku mau datang membesuk waktu itu, baik malam ataupun siang

Setelah memohon izin pada dokter, aku pun dibolehkan pulang meninggalkan rumah tempatnya orang sakit itu. Owh... Ngak enak tinggal di sana, sob. Tiap hari dengarnya orang sakit melulu. Enaknya kan hidup di luar, biar bisa jalan bebas, ke pasar, masjid, kuliah, dan berkumpul sobat atau keluarga.

Ingat..!! Kesehatan adalah segalanya. Kesehatan lebih berharga dari pada emas dan perak.

Semoga kita selalu diberikan kesehatan oleh Allah SWT. Amiin.

Oleh: Daud Fathani, Jum'at 7 Maret 2014

#CatatanKecilkuDaud

Sabtu, 01 Maret 2014

Pengalaman Pertama Aku Menulis


Curhat yuk...!

Sob, aku teringat masa kecil waktu sekolah Dasar dulu. Kalo ngak salah ingatan, tepatnya sewaktu aku duduk di bangku kelas II. Pada hari itu jadwal pelajaran bahasa Indonesia dan bapak guru memberikan tugas kami mengarang. "bikinlah cerita atau kisah apa saja yang kalian suka" kata guru waktu itu.

Suasana kelas jadi setengah ribut. "Aku kada bisa bekisah" kata temanku setengah berbisik dengan dialek khas banjarnya. "Aku pun juga demikian" timpal yang lain. Pokoknya kami semua bingung. Ya bingung karena ngak bisa menulis cerita. Buru-buru menulis cerita, membaca buku cerita saja juga jarang. Selain perpustakaan sekolah jarang buka waktu itu, kami juga tidak pernah diberikan motivasi untuk menulis.

Walau dengan setengah terpaksa ,tugas yang dianggap nyeleneh itu pun harus kami terima dengan lapang dada. Bagi kami mengarang atau menulis cerita itu sulit. Cara memulainya ngak tahu dari mana. Belum lagi bicara masalah EYD, itu jangan ditanya. Hee. Mungkin itu juga berlaku hingga sekarang bagi kita-kita pemula yang pingin jadi penulis.

Aku masih ingat, waktu itu aku menulis dengan judul “Rajia KTP”, sebuah cerita tentang seorang kakek terjaring rajia KTP yang karena kebodohannya ia pun dimarahin polisi. Pernah ngak sobat membaca ceritanya? Sebenarnya cerita tersebut pernah ada di TTS Bungas yang aku beli di pasar beberapa minggu sebelumnya. Entah siapa penulis pertamanya aku pun juga ngak tahu. Hanya cerita tersebut yang menjadi ide penulisanku waktu itu. Lucu, unik dan khas-nya banjar banar membuatku tertarik menulisnya kembali dalam memenuhi tugas sekolah yang kami anggap nyeleneh itu.

Aku pun memulai menulis. Kata demi kata sudah mulai mengisi lembaran kertas kosong bukuku hingga membentuk kalimat dan beberapa paragraf. Entahlah dari mana dulu aku mengawali tulisan tersebut, yang pastinya aku bisa setelah mencobanya. Tanpa terduga, akupun juga mampu menyelesaikan tulisan pertama yang pernah aku tulis dalam sejarah hidupku itu. Aku akui tulisan tersebut memang banyak kekurangannya. Maklum, itu pertama kali aku menulis dan pertama mendapat tugas mengarang di sekolah jadi banyak kekurangannya. Salah satunya, pemborosan kata dimana-mana. Banyak kata yang diulang. Hingga salah satu temanku pun bilang, "Banyak inya-nya, kok!?"   Aku diam. Aku ngak memperdulikan ocehan temanku itu. Walau demikian aku cukup senang karena akhirnya ia juga tertawa dan senyum-senyum sendiri pasca membaca tulisan tersebut. Kenapa tidak? Habiiisss… Lucu sich cerita yang aku buat itu. hhee

Aku menulis dengan nada aslinya, yakni banjar banar TV nya, oppss… Banjar banar ceritanya. Hheee…. Dalam tulis tersebut aku menggunakan bahasa Banjar. Selain karena faktor kurang bisa berbahasa Indonesia, cerita tersebut memang dari aslinya menggunakan bahasa banjar.
***
Begitulah sobat cerita aku waktu Sekolah Dasar dulu. Ada hal menarik yang menjadi catatan dari cerita tersebut. Pertama, Hendaknya bagi sekolah-sekolah perpustakaannya diaktifin. Artinya, selain harus buka setiap hari, juga buku-bukunya juga harus diperbarui, ditambah donk dengan buku-buku terbaru, biar minat baca siswanya menjadi tinggi. Ingat, buku adalah jendela dunia.

Kedua, bagi para guru khususnya, tugas utama seorang guru selain memberikan pelajaran juga harus memberikan motivasi pada siswa-siswinya untuk rajin menulis dan memberikan tips-tips cara menulis yang benar, cepat, dan tepat. Jadi jangan asal suruh saja, “Karangkan cerita untukku”. Kasian siswanya pusing seribu keliling. Hhee

Ketiga, bagi kita-kita yang masih pemula neh ya! Kalo ingin menulis pasti bingung. Bingungnya bukan karena ngak ada ide. Tapi bingung karena ngak tahu gimana cara memulainya. Ilmu yang pernah penulis dapat sewaktu menjadi anggota Forum Lingkar Pena (FLP) Banjarbaru menjawab pertanyaan ini. Kata senior FLP Bjb, untuk mengatasi hal tersebut adalah, tulislah apa yang ada dibenak atau dipikiran kita. Jangan takut salah. Tulislah. Tulis lagi, dan tulis lagi hingga selesai. Ingat sebelum selesai menulis harap jangan dibaca duluan. Pasca penulisan baru dibaca dari awal. Terus lakukan pengeditan. Kalo ada yang kurang tambahin, dan kalo ada yang lebih ya dikurangin. Soalnya kalo kita membaca apa yang kita tulis sewaktu menulis, takutnya kita disibukkan dengan pengeditan ini-itu, dan karangan pun ngak akan selesai-selesai.

Keempat, Ingin menulis? Jangan bilang ngak bisa, coba dulu. Ingat! Semua tidak mungkin bisa dilakukan tanpa dicoba. Tanpa mencoba, sama halnya dengan menyerah sebelum berperang.

Kelima, Dalam menulis jangan takut salah, jangan takut ada yang kurang ini-kurang itu. Kekurangan itu sudah pasti ada. Tidak ada yang sempurna di dunia ini, kecual Allah dan Rasul-Nya. Bagi kita pemula kegamangan seperti ini sudah pasti ada. Satu hal yang perlu diingat, Yakinkan pada diri kita bahwa ini adalah awal menuju kesempurnaan.

Keenam, Banggalah dengan karya sendiri, karena kita sudah mampu membuktikan bahwa kita bisa, kendati belum maksimal seratus persen. Jangan perdulikan ocehan terhadap tulisan kita. Anggaplah itu adalah kritikan membangun untuk mendongkrak semangat kita menuju lebih baik lagi.

Ketujuh, Janganlah bisanya menertawakan atau mengoceh karya orang lain. Siapa tahu karya orang tersebut lebih baik dari kita. Hargailah karya orang lain, dengan demikian karya kita pun juga dihargai.

Semoga bermanfaat.

Ditulis oleh: Daud Fathani, 01 Maret 2014.

Kamis, 27 Februari 2014

Setir Aluan Bersama Thomas Edison



"Banyak jalan menuju Roma" (pribahasa Indonesia)

Begitulah yang sering kita dengar dari para motivasi, guru, atau dosen di kampus kita. Memang benar apabila kita menemui kegagalan, janganlah langsung putus semengat, apakan lagi putus asa. Allah tidak suka orang yang putus asa. Ingat banyak jalan menuju Roma. Tapi, bukan Bang Haji Roma Irama ya..., hheee.

Maksudnya, banyak jalan atau cara dalam meraih impian. seperti banyaknya jalan menuju kota Roma. Jadi, kalo kita gagal dengan cara ini, cobalah dengan cara yang lain. Kalo masiih gagal lagi, carilah cara lainnya lagi, dan seterusnya.

Pernahkah sobat dengar, siapa sih penemu listrik pertama kalinya? Dialah Thomas Edison, seorang anak manusia yang pantang menyerah. Diceritakan dalam sebuah buku karya Dr. Ibrahim El-Fiky, ia pernah gagal sebanyak 9.999 kali sebelum akhirnya menemukan listrik, namun ia tidak pernah menyerah. Selalu mencoba. Sudah barang tentu banyak cara yang pernah ia lakukan untuk mencapai impiannya tersebut. Dah akhirnya, ia pun membuktikan, bahwa ia bisa. Berhasil menggapai impiannya, yang mungkin dulu hanyalah sebuah mimpi yang ngak ada dalam kamus dunia nyata.

Andai saja dulu tidak ada orang yang seperti beliau, niscaya dunia ini masih gelap tanpa penerangan listrik, dan pekerjaan yang kita lakukan terasa sulit dan berat, karena semuanya bersifat manual dan alami. Sosok seperti Thomas Edison ini patut dijadikan teladan untuk menyetir aluan kita biar ngak kandas di tengah jalan.

Oke, masih semangat membaca tulisan ini? Kalo udah lelah ya Daud cukupkan sampai di sini saja dulu tulisannya. Kasihan mata sobat seperti tinggal 5 watt. hhee

Oleh : Daud Fathani, 27 Februari 2014

Rabu, 26 Februari 2014

BERCERMIN PADA PELAYAR TANGGUH

 
 
"Laut tenang tidak melahirkan pelayar tangguh"

Kalimat di atas terpampang di diding rumahku (kost) dimana aku tinggal sekarang. Tulisan tersebut aku temukan disebuah buku yang pernah aku baca. Menurutku, tulisan ini sarat dengan motivasi, dan akhirnya aku tulis di gabus putih dengan ukuran cukup besar, tingginya kurang lebih satu hasta dan lebarnya satu meter dan diberi cat biar ada warna-warninya. Tidak lupa pula, agar terlihat agak timbul sedikit tulisannya maka akupun menyerat semua hurupnya satu persatu.

Bagi sobat-sobat yang pernah ke rumahku mungkin merika sudah pernah melihatnya. Hasil ulah tanganku tersebut memang kurang begitu bagus, karena aku bukan seniman dan juga bukan pengrajin. tapi kesannya cukup unik dan kreatif.

Sob, kalau kita artikan Kalimat di atas sepertinya kurang lebih begini, seseorang tidak bisa dikatakan sebagai pelayar tangguh atau pelayar ulung sebelum ia mampu menerjang ombang dan badai yang mau memecahkan perahunya dengan selamat. Karena Kalo hanya berlayar di laut tenang itu, tiada ombak besar dan tiada badai, itu mah biasa. Tapi kalo berlayar di tengah lautan yang penuh dengan ombak menggunung yang sewaktu-waktu bisa memecah dan menenggelamkan perahu layarnya, itu baru luar biasa. Karena untuk mendapatkan predikat pelayar tangguh, harus berani berjuang, memutarkan aluan kedepan, dan pantang surut kebelakang.

Begitu pula halnya dengan kehidupan kita, untuk mendapatkan predikat sukses, karena kesuksesan bagian dari cita-cita semua orang, perlulah kiranya kita berjuang layaknya perjuangan seorang pelayar tangguh.

Memang kita tidak perlu harus ke laut, karena kita bukan pelayar. Berenang aja bisa ngak? hhee. Perjuangan kita bukan di laut. Perjuangan kita ada pada semua aktivitas yang kita kerjakan. Pedagang, misalnya. Ia harus rajin memasarkan dagangannya, pandai-pandai ngelobi konsumen, dan cerdas dalam menentukan harga jual barang biar mendapatkan keuntungan yang besar dan konsumen pun puas.

Bagi pelajar pun demikian, ia harus rajin belajar dan jangan bermalas-malasan. Ringkasnya, predikat sukses tidak ada yang gratis. Ia hanya bisa didapat dengan cara mengarungi perjuangan yang penuh ombak dan badai rintangan.

Berdiam diri ibarat berlayar dilaut tenang. Semua orang pun bisa. Dan itu tidak bisa menghasilkan kesuksesan. Semoga kita bisa bercermin dengan kehidupan pelayar tangguh. Amiin.
 

Selasa, 25 Februari 2014

Asumsi Salah atau Benar?




Pada kebisaan, apabila orang tuanya pedagang maka anaknya juga pedagang. Orang tuanya guru anaknya pun juga guru. Orang tuanya  ulama anaknya pun kadang juga ulama. Parahnya lagi, orang tuanya maling ehh... anaknya juga ikutan maling. Zaman ini memang edan. Apa ini karena adanya asumsi masyarakat yang mengatakan "Buah itu jatuh tidak jauh dari pohonnya?

Sepertinya sih kalimat di atas memang benar dan masuk akal. Tapi tidak juga benar seratus persen. Masih ada di luar sana, ayahnya orang biasa tapi anaknya jadi tuan guru di kampung. Ayahnya pengemis anaknya artis. Artis dadakan kalie yach, hhee.

Ringkasnya, orang tua tidak bisa jadi cerminan untuk anaknya, dalam artian, ketika kita melihat seseorang mencuri sesuatu, jangan bilang ayahnya atau keluarganya juga pencuri atau mantan pencuri. Kala kita melihat seseorang itu sukses, jangan bilang, "Tidak heran si A itu sukses, karena ayahnya dulu juga sukses." Bisa jadi orang tersebut sukses karena ia rajin berkerja, peras keringat, banting tulang, disamping pendidikannya juga mendukung. Untuk contoh mungkin kita tidak perlu mnyebutkannya satu persatu, karena hal demikian tidak hanya sekali atau dua kali saja terjadi. Karena yang demikian bukan hal mustahil. Selama ada kemauan di situ ada jalan.

Oleh sebab itu janganlah asumsi tersebut  dijadikan alasan bagi kita untuk berhenti dari berusaha merubah nasib hidup.  Kalo tuh asumsi tersebut dijadikan alasan, takutnya nanti kamu akan patah hati atau patah semangat kala kamu menemukan kegagalan, dan akhirnya putus asa. Waduh, kalo udah putus asa nehh, bahaya..! Jangan bunuh diri donk. Allah tidak menyukai orang yang putus asa. Allah hanya menyukai orang yang mau berusaha, sabar, dan berdo'a serta berharap penuh pada-Nya.

Alah SWT. berfirman, yang artinya "Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah" (QS. al-Jum'at ayat 10).

"Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (QS. Al-Baqarah ayat 153).

Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. (QS. Al-Mu'min ayat 160).

"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku," (QS. Al-Baqarah ayat 186).*

Bersambung. hhee

Oleh : Daud Fathani, 25 Februari 2014.

Belajar dari Ilmu Besi

Oleh: Daud Fathani



Kita diberi Allah SWT. akal pikiran yang sama. Namun, kadang kita heran, teman kita yang satu ini pintar dan jenius. Sedang yang satunya lagi, atau ngak usah jauh-jauh cari yang lain, kita saja misalnya, kurang pintar, ya ini setidaknya kalo memang kita ngak mau dikatakan bodoh. hheee

Kalau kita-kita mau mengkaji ilmu besi, mungkin kita akan mengerti kenapa yang demikian bisa terjadi . Opss.... Seperti apa yah ilmu besi itu?

Besi kalau diolah maka akan menjadi sebuah pisau. Dan apabia diasah ia pun menjadi landap. Semakin sering kita mengasahnya, ia pun akan menjadi semakin landap, landap, dan makin landap lagi.

Begitu pula halnya dengan kita. Kita ngak boleh menyalahkan Tuhan, kenapa ngak memberi kita kepintaran. Salahkan kepada kita kenapa kita ngak mengolah dengan baik, akal pikiran yang Allah berikan.

Kalo saja kita mau mengolah nikmat akal pikiran tersebut dengan baik, dengan seumpama giat belajar, membaca dan menulis, berusaha ingin tahu. Maka akal pikiran kita pun akan menjadi kuat, pintar, jenius, dan tentunya itu akan menjadi lebih baik dan berharga. Al-Ajr biQadr at-Ta'abi, balasan itu sesuai usahanya masing-masing.

Tidak ada manusia ketika dilahirkan langsung 'alim (pintar), kecuali orang-orang yang Allah kehendaki, dan itu pun jarang terjadi, ibarat seribu banding satu. Namun Allah sudah menjelaskan dalam Kitabnya, yang pahamannya insyaAllah seperti ini, Tuhan tidak akan merubah nasib suatu kaum sebelum kaum itu sendiri mau berubah untuk merubahnya.

Itu artinya, kepintaran akal pikiran tidak bisa didapat kecuali dengan diusahai. Belajar, misalnya. Semakin giat kita belajar, semakin sering kita mengulang-ulangi pelajaran, maka akan semakin bertambah kualitas akal kita. Sebagaimana kata-kata Hikmah, "Lancar kaji karena diulang."

Ditulis oleh: Daud Fathani, 25 februari 2014.

Senin, 24 Februari 2014

Yuk Menulis....!!!

 
Sob, tahu ngak kenapa Gue begitu bertekad buaaanget harus nulis status setiap hari. Gini ceritanya, pada tahun lalu 2012 gue ngikutin forum kepenulisan di Banjarbaru. yah, tepatnya pada tanggal 12 Desember 2012. Ada banyak hal bermanfaat bagi gue sekembali dari mengikuti acara tersebut. Diantaranya; motivasi-motiivasi seputar kepenulisan begitu terbuka lebar disampaikan para senior, selain mendapatkan beberapa teman baru dari berbagai sekolah tinggi atau universitas. Acara tersebut adalah acara orientasi FLP gabungan. Yakni FLP Banjarbaru  dan FLP Banjarmasin.

Acara yang bertempat di hutan pinus tersebut dihadiri oleh calon-calon penulis terkenal, amiiin. hheee. Wah, kok gue ini penyiar berita atau curhat yah. Ngak penting apa ini namanya, yang jelas, gue nulis ini hanya sekedar belajar menulis, alias latihan menulis, biar terbiasa, sebagaimana amanat kakak2 senior FLP kemarin waktu orientasi.

Sob, kata kakak senior yang udah berhasil menelurkan buku-buku neh ya, memangnya ayam bisa bertelur segala, hehee.... kalau kalian ingin menjadi penulis, ya penulis hebat sekalian, maka mulailah dari sekarang. Yakinkan bahwa kita juga bisa seperti para penulis-penulis buku terkenal itu. Tekadkan, bahwa kamu harus bisa menulis setiap hari, yah, minimal nulis status-lah di FB. Apakan lagi sekarang, menulis itu tidak sebatas hanya bisa dengan menggunakan alat kertas serta pena, tapi sekarang juga bisa dengan menggunakan laptop, komputer, dan bahkan kalau hp yang agak mahalan dikit bisa juga menulis lewat hp. Tapi, menulis SMS-kan itu bagian dari menulis juga lho...!!! hhoo.....

Satu hal yang membuat bingung para pemula, ya, tentunya yang ingin menjadi penulis seperti kita-kita ini donk, hemm., yaitu bingung dalam menentukan tema, bingung apa yang mau ditulis, dan bingung bagaimana cara memulainya. Padahal, dalam menulis tidak begitu ada banyak peraturan, apalagi kalau nulis di buku catatan sendiri, siapa yang melarang. hhee... Memang gue akuin, menulis itu ngak mudah, tapi kata senior dan para ahli tulis, menulis itu mudah dan menyenangkan. Kenapa Gue akuin sulit alias ngak mudah, sebab gue juga baru belajar ini.

Memang kebanyakan para pemula mengeluhkan hal-hal semacam itu, Bingung, bingung, dan bingung. Apa obatnya? Cari sendiri donk di apotek, hihihi. Untuk memulai menulis, seingat gue sih gitu deh kata senior kemarin, tulislah apa yang ada pada pikiranmu, apa yang terlintas dalam benakmu, apa yang kamu lihat dan dengar, tulis. Sekali lagi, tulis. Nah, udah dimulaikan nulisnya. 

Agar tulisan kita lancar, maka selama awal menulis, dari huruf pertama hingga berikutnya, jangan kau baca ulang. Tulislah, tulis, tulis, dan tulis hingga selesai. Sebab, kalau kamu baca sebelum selesai, entar ketika kamu nemuin kurang ini-lah, kurang itu-lah, terus kamu hapus, hapus lagi, dan hapus lagi. yah, kapan selesainya kalau terus-terusan dihapus. Makanya, kalau mau menulis, ingatkan pesan ini, JANGAN DIBACA SEBELUM SELESAI, TULIS, TULIS, DAN TULIS. Nah, kalau tulisan sobat udah selesai, sekarang saatnya membaca ulang dari awal hingga akhir, dan kalau ada yang kurang asam garamnya bisa ditambahin atau dikurangin.

Demikian sob, semoga curhat atau apa-lah ini namanya, bisa bermanfaat bagi gue sendiri khususnya, dan bagi yang membaca umumnya. amiin....

Ditulis oleh: Daud Fathani, 23 Februari 2014

***
Catatan:
Tulisan ini sebelumnya sudah saya tulis di akun fb saya Daud Fathani pada malam tadi. Berhubung malam sudah terlalu larut, jadi ngak sempat saya tulis kembali ke blog ini. 

Jadilah Bibit Unggul


Bukan rahasia lagi, sebuah bibit unggul pasti akan disayang dan dipelihara dengan baik oleh si tukang kebun. Disiram, dikasih pupuk, dibersihkan dari rumput-rumput liar, dan kalau ada ulat-ulat yang menyerang ia akan segera dibersihkan agar bibit tersebut tidak mudah rusak dan mati.

hal demikian terjadi, karena si tukang kebun yakin, bahwa bibit yang ia tanam adalah bibit unggul. bibit yang bermanfaat. bibit yang bisa menghasilkan investasi bagi dirinya.

Begitu pula dengan orang baik. Orang baik akan selalu disayang dan dihormati oleh masyarakat. Terlebih lagi Allah dan Rasul-Nya.

Kenapa demikian? Karena orang yang baik adalah orang yang selamat dari celaan dan gangguannya. Selain itu, orang baik juga bisa diharap mendatangkan kemanfaatan bagi lainnya.

Sebagai contoh yang paling sederhana, lihatlah para tuan guru kita di kampung-kampung. Mereka disayang dan dihormati masyarakatnya. Apa pun yang mau merika lakukan, lebih-lebih pekerjaan berat, kemungkinan besar masyarakat tidak mungkin berpangku tangan saja.

Pernah terjadi di kampung halaman Penulis. Pada waktu itu adalah musim tanam padi. Ya memang mayoritas masyarakat di sana bekerja sebagai petani, disamping ada juga yang berkebun, dan berdagang dll. Kebetulan salah satu tuan guru di sana juga seorang petani. Jadi, saat si tuan guru mau bercocok tanam, pada hari itu banyak warga yang ikut turun ke sawah membantu bercocok tanam hingga yang mestinya pekerjaan itu hanya bisa selesai dengan dikerjakan beberapa hari, ternyata dalam tempo setengah hari sudah selesai.

Itu bukanlah kehendak si tuan guru. Tapi masyarakat yang mau. Masyarakat sayang pada beliau. Jadi apa pun yang mau beliau lakukan sering masyarakat ikut turun tangan. Karena masyarakat merasa keberadaan si tuan guru tersebut di kampung adalah suatu nikmat dari Allah. Sudah banyak manfaat yang dirasakan oleh mereka. Si tuan guru rutin memberikan petuah-petuahnya lewat ceramah-ceramah, baik di rumah-rumah warga maupun di Majelis-majelis yang beliau asuh.

Intinya. Kalo kita mau disayang maka jadilah bibit unggul yang bisa diharapkan kemanfaatannya. Bukan jadi rumput-rumput liar yang hanya menyesaki dunia, menghambat tumbuhnya bibit unggul dan tiada berguna yang akhirnya bukanlah disayang, tapi malah diinjak-injak dan ditebas.

 Ditulis oleh: Daud Fathani, 23 Februari 2014

***
Tulisan ini sebelumnya saya tulis di akun fb saya sendiri pada tanggal 23 Februari 2014, pukul 14.52


Minggu, 23 Februari 2014

Dahsyatnya Menulis


 
Pingin jadi penulis? Ya tentu donk. Siapa sih yang ngak mau jadi penulis. Menulis membuat orang yang bersangkutan akan dikenal dan dikenang oleh pembacanya.

Kenapa tidak? Fakta telah membuktikan, bahwa orang yang melahirkan karya tulisnya, keberadaan si penulis sering dirasakan selalu ada di dunia kendati ia telah wafat ratusan tahun silam.

Tidak perlu jauh-jauh. Kita ambil satu contoh saja, Datuk Kalampaian misalnya. Siapa sih yang tidak kenal dengan penulis kitab Sabilal Muhtadin tersebut? Dialah Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari yang telah hidup pada zaman kerajaan Banjar dulu. Hitunglah, sudah berapa ratus tahun beliau meninggalkan ummat ini? Namun karyanya selalu dibaca banyak orang. Namanya masih hidup di tengah-tengah kita, seolah beliau masih hidup.

Ada banyak keuntungan dari aktivitas menulis. Ya, yang pastinya kalau niat kita ikhlas karena Allah Ta'ala tentunya kita akan beroleh pahala. Benarkan???

Bagi sebagian orang, menulis merupakan profesi yang sangat menguntungkan disamping juga menyenangkan. Kenapa tidak? Karya tulis yang berbobot, tentunya kalo dikirim ke media cetak atau online akan memperoleh honor yang lemayan. Selain itu, Popularitas pun akan tumbuh subur.

Sebagaimana diceritakan dalam sebuah buku tentang kepenulisan, ada seorang penulis yang mampu menyelesaikan kuliah dan biaya hidup kesehariannya dari hasil honor menulis. Wahh... siapa yang nggak pingin seperti itu.

"Tinta yang paling kabur masih lebih bagus daripada hapalan ingatan". Kalo tidak salah begitulah kata pepatah menyebutkan. Itu artinya kegiatan menulis merupakan upaya kita untuk menjaga apa yang telah kita ketahui.

Bersambung..... *** Istirahat dulu ya nulisnya *** hehee

Tulisan ini sebelumnya ditulis di Fb Saya, 8 Feb 2014

Beda Pandangan Adalah Rahmat


Cara pandang semua orang itu tidak sama antara satu dengan yang lainnya. Oleh sebab itu lahir istilah dari salah satu dosen hukum kami dulu, "Dari mana Anda memandang, di situ Anda dapatkan sudut pandang Anda"

Sebagai contoh, anggaplah ada beberapa orang buta yang disuruh untuk mendefinisikan bagaimana gambaran binatang yang bernama gajah itu.

Orang buta pertama mungkin akan mendefinisikan gajah itu seperti gunung, alias tinggi. Karena dia menyentuh tubuh besar gajah yang tinggi tersebut.

Sedang orang buta kedua, mungkin akan bilang bahwa gajah itu seperti ular. Ya karena dia megang gajah dari belalainya.

Lain lagi halnya dengan orang buta ketiga, boleh jadi ia akan bersikeras mengatakan bahwa gajah itu seperti apa itulah namanya, ya seperti daun keladi raksasa. Kenapa demikian? Karena ia megang gajah dari telinganya.

Intinya, janganlah suka menyalahkan orang lain. Hargailah pendapat orang lain, maka kita pun akan dihargai. Bahkan dalam ajaran agama pun, dan kalo tidak salah ini bersumber dari Hadis Nabi SAW disebutkan, "Ikhtilful Ummati Rahmatun", Beda pendapat atau pandangan dari ummatku adalah Rahmat. Kendati ungkapan kata "ummat" tersebut lebih notabene pada ulama yang mana mereka selaku ahli waris Rasulullah SAW. 

****
Maaf klo ada yang salah pada tulisan ini mohon pembetulannya. Saran serta kritik yang membangun sangatlah Daud harapkan.

Daud Fathani.

Status Daud Fathani, 22 Feb 2014.

Sabtu, 22 Februari 2014

Bloggeng Yuk..!


"Tinta yang paling kabur masih lebih baik daripada ingatan yang paling kuat". 
                                                        (Hikmah dari Seberang)

Dengan hadirnya dunia blogger yang menawarkan akun gratis, kini kita tidak perlu lagi repot-repot beli kertas dan pena untuk menulis. Bahkan, kita juga bisa mempublis semua tulisan kita sendiri agar bisa dibaca publik, tanpa dipungut biaya.

Selain itu, semua tulisan kita dari tulisan pertama sejak kita membikin akun, akan tersimpan rapi dan ngak usah takut hilang.

Bagiku, menulis di blog adalah salah satu hal yang menyenangkan. Kita bisa berbagi kepada sesama, bagi ilmu, bagi pengalaman, dan bahkan kita bisa berdakwah lewat tulisan, disamping untuk mengumpulkan semua tulisan kita agar tetap terpelihara dan tidak hilang.

Walau tidak bisa dipungkiri, saya pun kadang menulis di akun fb. Namun kalo di fb saya masih merasa kesulitan. Sulitnya adalah, kalo di fb tulisan kita tidak bisa tersusun dengan rapi. Semua terkumpul menjadi satu dalam menu atau jendela catatan.

Parahnya lagi, kalo kita menulisnya di Beranda fb atau yang sering disebut dengan status, saya merasa tulisan tersebut ngak akan lama bisa bertahan. Kenapa tidak? Status yang lama akan terus tertindih oleh status-status kita yang baru, hingga kalo kita mau mencari status yang betahun-tahun yang telah kita tulis itu, akan sangat sulit kita mencarinya kembali. Itu mah sama saja kita kehilangan salah satu tulisan kita Sob.

Beda halnya dengan di blogger, semua tulisan kita bisa dipilah atau dikategorikan menurut tema labelnya masing-masing. Selain itu, semua tulisan kita akan tersimpan secara elegan menurut bulan dan tahun kapan tulisan-tulisan tersebut ditulis.

Menarikkan Sob? Buruaaan.... bikin akun blog Sobat, dan Bloggeng sekarang juga!

Satu catatan untuk Sobat, ingat yah jangan lupa kunjungi blog Daud di link bawah ini. hheee

http://catatan-kecilku-daud.blogspot.com/

Daud Fathani@2014

Mimpi ditelpon Dosen


Nada telpon hp-ku berdering. Perlahan Aku lihat, tertulis salah satu nama dosen Favoritku dilayar LCD hp. Tak karuan, Aku pun cepat-cepat mengangkat telpon tersebut.

"Kak, ibu mau bertanya sesuatu masalah pada kakak" .... Kata suara yang terdengar dari hp tersebut yang ternyata suara itu adalah suara anak dosenku yang disuruh untuk menanyakan sesuatu padaku.

Duuch... senang banget dosen mau menghubungiku. Itu artinya beliau tidak melupakan anak didiknya.

Akupun mengiyakan, tanda setuju mau membantu menjawab masalah yang mau dtanya, walau dalam hati, aku pun merasa tidak tahu harus gimana nanti menjawabnya. Ya iyalah. Karena Aku hanya mahasiswa biasa, yang sudah jelas pengetahuanku lebih dangkal ketimbang seorang dosen.

Suara itu mulai melanjutkan pembicaraannya. Namun sayang, Aku tidak bisa menangkap suara itu dengan jelas. jaringannya agak putus-putus, suara itu pun mulai redup, samar-samar, hilang, dan terputus.

Aku terbangun. Ohh..... Ternyata ini hanya mimpi.*

***

Sob, Aku mau bertanya neh, kira-kira apa yah ta'bir mimpi tersebut?.... @


Daud Fathani, 22 Februari 2014

Kamis, 20 Februari 2014

Sabar Adalah Segalanya


Sabar adalah kewajiban.
Sabar adalah obat.
Sabar adalah harapan.
Sabar adalah kemenangan
Sabar adalah segalanya.

Orang yang sabar adalah kekasih Allah, InnAllah Ma'ashShaabiriin.

Sebaliknya, orang yang tidak bisa sabar kelak akan diusir Tuhan. Allah SWT pun berfirman, "Apabila kamu tidak sabar, tidak mau menerima apa yang telah Aku lakukan dan Aku takdirkan, maka carilah tuhan yang lain selain-Ku, dan jangan berjalan di atas bumi-Ku serta jangan pula bernaung di bawah naungan langit-Ku."

Semoga Aku, Kamu, dan kita sekalian bisa bersabar dalam menempuh liku-liku hidup ini. Amiin.

Senin, 17 Februari 2014

Renungan Foto Balita Pinter


Saya bukan mau bilang bahwa foto ini adalah foto saya waktu kecil. Foto tersebut diambil dari internet. Saya tertarik dengan foto tersebut dan akhirnya mencoba menjadikannya sebagai foto profil akun Fb saya (lihat foto profil Daud sekarang).

Apa istemewa dari foto itu? Kelihatannya memang sederhana. Tapi bagiku foto ini seolah punya kekuatan gaib. Ya, kekuatan yang membuat hatiku membatin, "Seandainya Daud Fathani kecil (saya sendiri) sejak usia balita udah bisa dan rajin membaca, seperti yang diilustrasikan foto ini, tentunya, jika Allah menghendaki, Aku tidak mungkin kalah dari sobat-sobatku yang wahh.... pinter-pinter itu dech".

Kini Aku hanya bisa berusaha, berusaha untuk pinter juga. Hmmm, kalau urusan jadi orang pintar (ops... tapi buka dukun ya), jangan mau kalau donk. Memang tidak ada kata terlambat. Mungkin sekaranglah waktu yang tepat, yang telah dipilihkan Allah, Tuhanku, untukku.

Robbi, beri petunjuk pada hambamu ini. Berikan ilmu bermanfaat untukku. Amiiin.

Daud Fathani@2014

Tulisan Curhat ini mulanya ditulis di akun Fb Daud, pada hari yang sama. 

https://www.facebook.com/ahmad.ariansyah

Senin, 10 Februari 2014

Mudahnya Cari Lokasi (Banjarbaru)


Untuk mempermudah pencarian lokasi, baik lokasi pendidikan, perumahan, wisata, perkantoran, dan lainnya yang ada di Kota Banjarbaru, kini masyarakat tidak perlu lagi bingung. Sekarang pemerintahnya sudah menyediakan peta berbases web yang bisa diakses kapan saja.

Mau coba? Klik link di bawah ini


Wah, kalo demikian adanya, kita ngak akan tersesat atau linglung dech di Kota Idaman ini, insya Allah. Mau cari Wisata hutan Pinus?, misalnya. Bagi Anda yang ngak tahu tempatnya, buka saja link di atas tadi, insya Allah Anda akan merasa terbantu dalam pencarian lokasi. Saya sendiri sudah merasakan manfaat dari situs tersebut sewaktu pencarian letak lokasi suatu kelurahan yang saya belum tahu di mana letaknya, yang mana sebelumnya saya hanya tahu bahwa lokasi yang saya cari itu adanya di Kota Banjarbaru.

Saya salut dengan pemerintah Kota Banjarbaru. Selamat dan Sukses ya.

Semoga Bermanfaat.

Daud Fathani@2014
 

Sabtu, 08 Februari 2014

Janganlah Pernah Merasa Puas!


Untuk catatan hari ini, Daud mau nulis apa ya? Bingung. Ya, biginilah kalau hati tengah ngak karuan. banyak pikiran. Aku teringat kata kakak senior sewaktu mengikuti pelatihan menulis beberapa bulan lalu, kata kakak, "Kalau kamu lagi bingung sewaktu menulis, bingung apa yang harus ditulis, bingung karena ngak punya ide, atau bingung karena ini karena itu. Maka kamu ngak perlu nunggu mpe ide itu datang atau nunggu semua yang membuat kamu bingung tersebut hilang. Tulis apa yang ada dipikiran kamu. 

Nah, satu hal yang menjadi pertanyaan Aku sekarang, "Apa perlu aku menulis semua yang ada dipikiranku?" Oh tidak. Mana mungkin Aku sanggup menulis semua yang ada dipikiranku. 

Daripada bicara masalah bingung, bingung, dan bingung, lebih baik Daud curhatan aja sama sobat. Gimana sob, mau ngak dengarin curhat Daud? 

Oke! Sekarang Daud akan memulai curhat. Tapi ingat, ntar kalo udah selesai berikan komentar yang membangun yah. biar asyik deh. Hehee... 

Dulu, beberapa bulan yang lalu, Daud pernah menerima SMS dari teman. Ayuuu.... tebak! Apa bunyi SMS-nya?? Ngajakin jalan-jalan? BUKAN. Ngajak nonton Bareng? NGAK toh. Terus apa deh? Mau tahu aja... Hihihi.... 

Sebenarnya isi SMSnya tersebut bukan ngajakin Daud ke sana atau ke sini. SMSnya cukup menarik perhatian bagi Daud. Kenapa Tidak? Teman Daud yang berinial IB itu menanyakan dalam SMS-nya sebuah pertanyaan yang mungkin bagi orang yang sudah tahu jawabannya, alias yang udah pintar, ngak bakal jadi masalah. Tapi bagi Daud ini merupakan sesuatu hal yang baru dan belum pernah terpikirkan sebelumnya. 

Pertanyaannya cukup mudah, gimana hukumnya sholatnya seorang perempuan yang mengenakan mukena yang tanpa tangan, opss... bukan tanpa tangan, tapi tanpa lengan baju, hhheee.... Dan seringkali ketika sujud, telapak tangan si perempuan tersebut tidak langsung menyentuh tempat sujud, disebabkan terlapik kain mukena yang panjang, kendati tanpa lengan baju tersebut. Nah, yang menjadi pokok pertanyaannya, gimana hukum kesahan sholat seorang perempuan yang ketika sujudnya, telapak tangannya tidak secara langsung menyentuh tempat sujud. 

Hmmm... Gimana, mudahkan?? Ya mudah sih bagi yang tahu jawabannya. Tapi bagi Daud itu dulu merupakan suatu yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Aku pun tidak langsung menjawab SMS tersebut dengan jawaban asal-asalan. 

Memang kalau bayangan sebelumnya ada sih sudah untuk jawaban pertanyaan tersebut. Tapi aku masih ragu. Takutnya nanti kalo salah gimana? Hukum ngak bisa dijawab dengan asal-asalan! Batinku dulu.

Aku pun sibuk merujuk kembali ke beberapa kitab untuk mencari jawaban yang sahih untuk pertanyaan tersebut, dari yang kecil sampe yang besar. Wahh... cape juga ya nyarinya. Alhasil, setelah beberpa lama bulak-balik, buka kitab ini, kitab itu, akhirnya Aku pun menemukan juga jawaban yang dicari.
Alhamdulillah. Aku bersyukur atas karunia Allah untukku yang telah membantu Aku dalam mencari jawaban tersebut. Dan Aku juga bersyukur atas kepercayaan teman-teman yang telah beranggapan bahwa hamba yang lemah ini bisa memberikan solusi, sebuah jawaban yang menjadi unek-unek di hati.

Curhat ini bukanlah sebuah kesombongan atau pamer, tapi sebuah tahaddust binni'mah. Karena Allah SWT menyukai orang yang bersifat demikian (lihat ayat terakhir dari Surah Adh-Dhuha). 

Satu hal yang menjadi sebuah pelajaran dari curhat ini, yaitu hendaklah kita sebagai pelajar, santri, atau mahasiswa, dimana masyarakat menganggap kita sebagai kaum elite dalam dunia pendidikan, sudah selayaknya bagi kita untuk selalu siap menghadapi tantangan, siap memberikan jawaban, siap menyumbangkan pemikiran dengan berasaskan keshahihan. Untuk itu tidaklah mudah, kecuali dimulai dari sekarang. Siapkan semuanya dengan belajar, belajar, dan belajar. Janganlah pernah merasa puas dengan apa yang sudah diketahui. Karena kita tidak tahu kapan kita akan ditanya oleh masyarakan tentang suatu masalah yang pelik? Dan kita pun tidak mungkin tahu apakah nanti kita mampu menjawab pertanyaan tersebut. 

Semoga bermanfaat. 

Daud Fathani@2014

http://catatan-kecilku-daud.blogspot.com/p/blog-page_8286.html

Curhat ini mulanya ditulis di akun Facebook-ku "Daud Fathani" pada tanggal 7 Februari 2014

https://www.facebook.com/ahmad.ariansyah

Jumat, 07 Februari 2014

Setujukah Semua Pengadilan ditutup?


Untuk mengawali tulisan ini, penulis mau menanyakan kepada pembaca “Setujukah kalau seluruh pengadilan di Nusantara ini ditutup?” Sebagian besar mungkin tidak setuju kalo pengadilan ditutup. Kenapa demikian, karena pengadilan adalah sebuah kebutuhan dimana tempatnya orang untuk mencari keadilan.

Jum’at 7 Februari 2014 penulis membaca sebuah berita tentang Asrinya sebuah Pengadilan Negeri yang diwartakan oleh detik.com. Dalam berita tersebut diceritakan, suasana keindahan sebuah Pengadilan Negeri yang didesain secara rapi dan indah, dengan dilengkapi berupa taman yang ditumbuhi dua buah pohon mangga berkayu di tengah-tengah area pengadilan serta dikelilingi tanaman-tanaman berukuran kecil hingga pemandangan tersebut mengesankan keteduhan lingkungan di sekitarnya.

Kendati demikian, jujur saja, dari berita tersebut tidak ada hal yang menurut penulis aneh, unik, dan istemewa. Tapi ketika penulis membaca dari beberapa komentar di bawah tulisan berita tersebut, mata penulis dikejutkan oleh sebuah komentar unik yang menjadi perhatian penulis. Pada komentar tersebut si pengirim komentar yang berinisial RR itu berharap, semoga pada tahun-tahun kedepan pengadilan ini tutup.

Penulis menjadi penasaran dengan komentar yang menurut penulis konyol itu. Kenapa tidak? Pengadilan yang selama ini telah menawarkan jasa keadilan pada pencari keadilan, kendati masih ada sejumlah oknom pejabatnya yang tidak adil dalam memutuskan perkara, hingga ada anggapan dari sebagian rakyat kecil hukum hanya berpihak pada orang berduit. Penulis pun melanjutkan membaca isi komentar tersebut.

Mau tahu apa alasan RR pada komentarnya?? Begini sob, dalam komentarnya itu, RR menjelaskan, “setiap pelanggaran hukum pasti karena melanggar agama”. Ya, tentu donk! Suatu agama tidak mungkin mengajarkan sebuah kejahatan. Itu artinya sebuah kejahatan pasti bertentangan dengan ajaran agama. RR menambahkan, “Mencegah lebih baik daripada mengobati, jadi kalo manusia menjalankan perintah Agama dan menjauhi apa yang dilarang, insya AllAh kantor pengadilan akan sepi pengunjung.”

Bayangkan saja, kalo semua orang menjauhi apa yang dilarang agama, dalam artian tidak berbuat zalim kepada orang lain, tidak mengambil hak yang bukan miliknya, tidak melakukan sesuatu yang dianggap melanggar etika dan norma kehidupan. Sudah bisa dipastikan, kehidupan yang tanpa masalah dan kehidupan yang aman, tentram, serta damai akan tercipta. Dengan demikian para pejabat pengadilan pun akan nganggur karena sepi pengunjung, dan dengan sendirinya tidak menutup kemungkinan membuat pengadilan tidak dibutuhkan dan tutup dengan suka rela.

Alhasil. Sumber daya manusia (SDM) yang agamis merupakan salah satu solusi yang menawarkan untuk memenimalisir melangitnya perkara atau kasus yang masuk di pengadilan. Kenapa penulis kata memenimalisir? karena tidak mungkin juga, menurut penulis pengadilan bisa ditutup, sebab sudah menjadi fitrah kehidupan selama masih adanya kehidupan di dunia sudah barang tentu ada yang namanya orang jahat di samping orang baik.  Untuk itulah, penulis berharap pada pemerintah untuk selalu memperhatikan pendidikan rakyat, khususnya pendidikan-pendidikan agama. Dimana menurut perhatian penulis yang merupakan satu dari sekian banyak warga yang mengeluhkan pendidikan agama hingga saat ini masih dirasa dianaktirikan.

Padahal, selain merupakan kebutuhan untuk tuntunan hidup, pendidikan agama juga merupakan pendidikan karakter yang berakhlakul karimah, yang mampu menciptakan SDM-SDM yang agamis. Idealnya, sebuah pemerintahan yang sadar akan hal demikian tidak mungkin melihat pendidikan agama sebagai pendidikan tambahan, yang berefek  pada kurangnya perhatian kepada lembaga-lembaga pendidikan agama. Tapi justru seharusnya, pemerintah wajib memandangnya sebagai pendidikan pokok dan utama.

Ringkasnya, melangitnya kasus di pengadilan tidak mungkin bisa diminimalisir apakan lagi untuk menutup sebuah pengadilan kalau tidak didukung oleh adanya SDM-SDM agamis yang lahir dari hasil pendidikan agama sejak dini.

Ditulis oleh: Daud Fathani, 7 Februari 2014

Minggu, 19 Januari 2014

Bala Pengangkat Derajat


Apa sih perbedaan antara bala dan ujian? secara umum tidak ada perbedaan antara bala dan ujian. Keduanya adalah malapetaka, kesusahan, kemalangan, dan cobaan. Namun, dalam konteks agama, bala dan ujian bisa dibedakan dengan bahwa bala adalah kesusahan atau bencana yang menimpa pada orang yang maksiat kepada Allah, sebagai bentuk teguran atau bala dari-Nya. Sedangkan ujian diturunkan pada selain orang yang berbuat maksiat, yakni orang yang taat beragama serta patuh dan tunduk kepada Allah swt. untuk menguji keimanannya.

Sebenarnya, kalau dilihat dari bentuknya, bala dan ujian sama bentuknya. Sama-sama tidak disukai adanya. Persis ibarat pinang dibelah dua, sulit untuk dibedakan. Apakah bencana atau kesusahan yang menimpa itu sebagai bentuk teguran, bala, atau sebuah ujian iman? Tergantung orang yang menyikapi dan menerimanya.

Secara rasio, tidak ada orang yang ingin hidupnya diliputi kesusahan dan penderitaan. Siapa sih yang ingin hidupnya selalu dilelet utang, sakit-sakitan, tidak naik kelas, dicemooh, di hina, disudutkan, dianaktirikan, dijahelin, kebakaran, kebanjiran, gempa dan lain sebagainya. Tentu semua orang ingin punya kehidupan yang bahagia, aman, tentram, dan sejahtera.

Penulis pernah membaca sebuah kitab kecil, "Durar al-Gawwash Ala Fatawa Sayyid 'Ali al-Khawwash," dimana dalam kitab tersebut Syekh Abdul Wahab Asy-Sya'rani menyebutkan, bahwa bala atau bencana yang menimpa seseorang bisa dikatakan sebagai bentuk siksaan, atau, teguran, ujian sekaligus penghapus dosa, atau ujian pengangkat derajat.

Bagaimana caranya? Dalam kitab yang sedang dibacakan satu kali dalam sepekan sekarang ini di majlis ta’lim Sabilal Anwar, Martapura, oleh KH. M. Syukri Unus Al-Banjari, pada kelas  takhasus tersebut dijelaskan, bala bencana bisa dikatakan sebagai teguran atau bahkan sebagai siksaan, apabila ada indikasi berupa ketidaksabaran, banyak keluh kesah, serta mengadu-adu kepada makhluk disaat bencana tersebut menimpa.

Adapun apabila bala bencana itu diterima dengan penuh kesabaran, tidak mengadu-adu kepada makhluk, tidak keluh kesah, dan tidak ada bosannya dalam mengerjakan ibadah, dalam artian ibadah terus jalan seperti sedia kala, tidak ada perubahan penurunan ibadah kendati bencana menimpa. Maka itulah yang disebut dengan bala penghapus dosa.

Lantas bagaimana dengan karakteristik bala pengangkat derajat? Masih dalam fatwa Sayyid ‘Ali yang ditulis oleh Syekh Abdul Wahab As-Sya’rani, disebutkan bahwa alamat atau karakterstik bala pengangkat derajat, berkualifikasi atau berstandar adanya sifat ar-ridah (kerelaan hati), thuma’ninah an-nafsi (ketentraman jiwa), dan as-sukun tahta al-aqdar (ketenangan di bawah kekuasaan dan taqdir Ilahi).

Artinya, orang yang menghadapi bala bencana dengan senyuman, tidak ada rasa jengkel pada Tuhan, tidak menyalahkan siapa-siapa, hatinya selalu tenang, bahkan ia beranggapan ini adalah kehendak Allah, Tuhanku, kekasihku, aku yakin ini adalah yang terbaik untukku. Itulah bala pengangkat derajat.

Kalau boleh diistilahkan, orang tersebut menganggap bala atau kesusahan apapun yang menimpa pada dirinya adalah merupakan “kado” berupa timun buruk namun di dalamnya terkandung emas murni 24 karat. Ia tidak melihat bala itu dari sisi kulitnya. Ia melihat dari sisi orang yang memberi, di samping  berkeyakinan bahwa itu kado terbaik untuknya, karena ia tahu kado tersebut hadiah dari sang kekasih, yakni Allah Swt.

Nah, jadi kalo seseorang sudah tahu bala bencana itu dari kekasihnya, mengapa harus marah, mengapa tidak diterima dengan senang hati? Mengapa tidak diterima dengan senyuman? Seorang kekasih tentu tidak akan membuat sedih orang yang dikasihinya.

Kesimpulannya, bala bencana akan menjadi sebuah siksaan apabila disikapi dengan ketidaksabaran. Sebaliknya, bala akan menjadi sebuah penghapus dosa apabila diterima dengan kesabaran. Terakhir, bala akan menjadi sebuah pengangkat derajat apabila diterima dengan keridhaan. Karena dalam sifat ridha sudah pasti ada sifat sabar, sedangkan dalam sabar belum tentu mengandung sifat ridha. Oleh karena itulah, ulama Tasawuf menyebutkan sifat ridha adalah sifat tertinggi dari sifat-sifat bathin yang terpuji. Tidak heran disebutkan, “Martabat orang sufi tertinggi ada pada ridhanya kepada Allah Swt.”

Daud Fathani @2014
Terima Kasih atas Kunjungannya.
 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India